Assalamualikum teman-teman, semoga ketika kamu membaca tulisan ini, kamu dalam keaadaan sehat walafiat yaa, Aamiin. 

Jangan kendor protokol kesehatanya, kita IKHTIARkan yang terbaik dan TAWAKAL kepada Allah SWT. 

Aku mau cerita apa yang aku alami selama ramadan 1442 dan awal syawal kemarin. Semoga ini bisa memberikan manfaat untuk teman-teman dan yang lebih penting adalah hatiku legaa, karena sudah bercerita.

Semuanya berjalan baik-baik saja, hingga...

Awal ramadan, kami sekeluarga menjalankan ibadah puasa ramadan dengan baik, masih seperti ramadan tahun lalu. Menu berbuka puasa dan sahur enak, sholat tarawih alhamdulillah sudah bisa berjamaah di masjid dengan menerapkan prokes, tilawah Al-Qur'an kejar 30 juz khatam. Ayah, ibu, adik dan aku menjalankan ibadah puasa dengan suka cita. 

Selain sedang ramadan, aku dan adik harus tetap kuliah online. Ibu dan ayah juga harus tetap kesekolah walau gak setiap hari. Kami semua sehat, kecuali ibu beberapa kali ibu mengeluh masuk angin, dan badanya lesu, gitu gak semangat. Seingatku ibu mulai tidak enak badan setelah seminggu puasa. Sudah dilarang puasa oleh aku dan ayah tapi, ibu tetep ngeyel dengan alasan masih kuat. Iya kuat, tapi seharian ibu tiduran saja di kasur. 

Menu buka dan sahur gimana?? Mulai gonjang ganjing gaes hahah. Lebih banyak beli sate dan beli sayur mateng karena ibu selemah itu untuk masak. Tapi ngeyel untuk tetap puasa. Benar ya kalau ibu sakit artinya dunia sedang tidak baik-baik saja. 

Sudah 4 hari ibu terbaring di kasur gess.. kondisi puasaku makin gak karuan. Lebih tepatnya hati dan pikiranku gak karuan. Aku harus bisa bagi-bagi waktu, ya masak buat buka puasa(kalau ayah setuju), kuliah + tugasnya, bangun lebih awal untuk nyiapin sahur. Semuanya terasa asing tanpa ibu😭. 

Akhirnya dengan bujukan embah, ibu mau dibawa ke klinik depan rumah untuk dirawat lebih lanjut. Fix kehidupanku sekarang, fokus pada kesembuhan ibu. Nginep di klinik ternyata semenyedihkan itu, gak mau lagi!

Diklat SSG 41 (Virtual), yang harus direlakan?

Semua fokus sekarang untuk kesembuhan ibu. Aku menunggu ibu di klinik, ayah kerja, dan si adik menjaga rumah agar tetap bersih. Selain kuliah aku juga sedang mengikuti diklat Santri Siap Guna DT angkatan 41. Kegiatanya virtual, dan ada tugas merangkum materi juga setor video fisik. Karena fokus terbagi akhirnya dengan berat hati aku harus merelakan diklat SSG ini, padahal itu minggu terakhir, tinggal seminggu lagi terus pelantikan. 

Aku mundur. Yhaa kecewa, tapi harus ada yang dikorbankan. 
Menyampaikan pengunduran diri kepada pelatih, disemangati untuk diikhtiarkan dulu semaksimal mungkin. Akhirnya gagal ..

Nangis di kamar mandi klinik..

Ibu dirawat 4 hari, tapi tidak kunjung membaik. Malam ke tiga, ibu badanya kejang. Kami bingung apa yang harus dilakukan, ibu harus pasang oksigen karena nafasnya sesak. Kira-kira itu jam 1 dini hari, semalaman kami terjaga gak bisa tidur, sambil mijet kaki ibu, mataku sudah panas nahan tangis. Kok nangis?? Yha gimana gak nangis lihat kondisi ibu begitu. 

Ibu akhirnya dirujuk ke RS yang lebih besar, fasilitas lebih lengkap. Awalnya ibu menolak alasanya takut di-covid-kan. Padahal aku sudah memastikan kalau screening awal tidak mengarah ke covid, ya RS tidak akan bilang covid. Memang ibu keluhanya di lambung. Ibu ini susah makan dan gak mau minum obat, makin nangis aku😭😭😥.

Tegas dan Galak demi ibu... 

Sulit kali bujuk ibu untuk mau minum obat dan makan. Karena semua yang masuk ke mulut ibu, akhirnya keluar lagi karena mual. Segala cara sudah ku cuba.. aku sabar.. aku diam aja nurut apa mau ibu. Lah kalau kaya gini kapan ibu sembuhnya??

Tapi kemudian datanglah suster jeng..jeng. Aku sampaikan kalau ibu gak mau makan dan selalu mual. Begini percakapanku dengan mba sus.

(latar ruang rawat inap RS)

Mba sus : selamat pagi, ibu ini obatnya ya. Ada 2 macam sebelum makan dan sesudah makan.

Aku : mba, boleh gak obatnya diganti, suntik aja, soalnya ibu mual dan muntah setiap minum obat?

Mba sus : ohh mual yaa, padahal ini anti mual loh bu.. (nada tegas) ibu, semunya ini kembali ke mindset ibu, kalau ibu mindsetnya segala yang masuk ke mulut akan muntah ya pasti muntah, ibu harus ngelawanya, harus ditahan bu. Ayo, sekarang saya bantu minum obatnya 

Aku : (ngambilin minum)

Ibu : (minum obat sambil terpaksa)

Mba sus: tahan ibu, telan jangan biarkan obat itu keluar. jagan nunduk ibu, dilawan rasa mualnya. Yuuk bu bisa bu, katany mau lebaran di rumah. 

Ibu : (sambil pegangan, dan nahan diri untuk gak buka mulut)

Mba sus : besok-besok gitu ya mba, biar ibunya mau minum obat. Permisi semoga lekas sembuh (mba sus keluar kamar)

Alhamdulillah... berkat mba sus, aku jadi barani sedikit galak dan tegas untuk masalah obat dan makan ibu. Terus, aku kasih semangat juga, biar kita bisa lebaran di rumah. Yaa kali lebaran di RS. 

Idul Fitri yang berbeda...

Setelah 10 hari... tidak di rumah. 

Aku kembali.. bersyukur banget ibu sudah mulai membaik dan aku bisa tidur di kasur lagi 😉😉. Lima hari sebelum lebaran 1442 H, semuanya terasa biasa saja, tidak ada acara buat-buat kue, belanja-belenji baju lebaran. Walau sudah tidak di RS, ibu masih harus rutin minum obat dengan pengawasan ketat kak sus (aku) 😜.

Hikmah

Banyak belajar dan banyak sadar. 

Belajar untuk rela dan ikhlas kalau segala rencana yang kita susun itu mash sebatas rencana, Allah yang mengizinkan. Kalau kata Allah tidak yaa tidak. 

Sadar, kita cuma manusia biasa. Tidak ada daya dan upaya tanpa pertolongan Allah. Sebaik-baiknya penolong adalah Allah dan serahkan semuanya ke Allah. Aku yakin se yakinya kalau bukan karena pertolongan Allah, aku gak akan bisa melewati masa-masa sulit itu.

Semoga setelah ini, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Senantiasa bersyukur dengan apa yang Allah berikan kepada kita, mau sedih, senang itu semua bagian dari hidup yang harus dijalani. 

Terima kasih sudah membaca..


See you


0 Comments